Wednesday, May 9, 2007

neeh.... berita dari penelitian studika.

Studika, sebuah fakta Pahit di FKIP.

Sebagai salah satu cara perekrutan kader baru dan penanaman nilai-nilai keIslaman, studika (studi islam kampus) terus bergelut dengan berbagai permasalah setiap tahunnya. Untuk tahun ini ( 2006/2007 ) studika mendapat sebuah tantangan baru yang cukup sulit di hadapi dan memberi dampak yang signifikan pada proses pelaksanaan dan hasil dari studika itu sendiri. Apa itu?
Cuma masalah status. Studika yang dulu merupakan harga mati (wajib) untuk setiap mahasiswa baru dg porsi 20% dalam mata kuliah agama pengganti tugas terstruktur kini hanyalah sebuah pilihan. Tapi nanti dulu! Status ini pada kenyataanya membawa dampak yang negatif bagi studika.
Dulu apabila studika dikumandangkan, maka mahasiswa baru mau tidak mau, suka tidak suka, ataupun tahu tidak tahu akan segera ikut screening dan mendaftar. Kemudian bagi kelompok, atur jadwal dan mulailah studika. Tapi seiring berubahnya status membuat itu semua menjadi kacau. Maba (mahasiswa baru) tidak lagi timbul antusiasnya untuk mengikuti studika. Toh tidak masuk mata kuliah agama kan..?! Proses screening terhambat, banyak yang malas mendaftar. Bagi kelompok ....? ada namaku syukur, ndak ada juga ndak apa-apa. Apa lagi studikanya.....!!!. Petualangan studika tahun ini (2006) menjadi proses paling buruk dalam sejarah studika.
Kita coba abaikan masalah teknis, kuliah, mentor, waktu dan kita hanya memfokuskan pada maba saja. Anggap saja seluruh faktor di atas mendukung kegiatan studika. Ada salah satu kelompok studika yang kehadiran pesertanya kurang dari 50%, yaitu dari 6-7 orang peserta studika yang hadir rutin hanya 2 orang. Belum lagi bila kita tambahkan kekurangan dan kelalaian mentor, jadwal kuliah yang menekan, waktu yang terbatas. Maka kita akan mendapati betapa ”sakitnya” studika tahun ini. Secara normal jumlah pertemuan studika (sebelum evaluasi) ada 8 kali pertemuan. Dan saat evaluasi ada kelompok studika yang baru mengadakan pertemuan sebanyak 4 kali. Welehh..weleh..weleh....
Materi. Merupakan salah satu faktor yang terkena imbas. Dulu, saat studika masih dalam hukum wajib, materi tersusun secara apik di buku panduan studika terbitan PSU (panitia studika untan). Mulai dari yang umum sampai yang khusus. Kini PSU dan PSF (panitia studika fakultas) mengambil kebijakan drastis, yaitu boleh tidak mengikuti alur materi yang ada di buku panduan. Materi pada pertemuan studika tidak harus berpatokan pada materi yang ada. Artinya materi boleh di bolak balik. Kebijakan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor. Faktanya, hingga saat ini masih ada kelompok studika yang belum mendapat materi yang berkategori penting.
Mari kita beranjak ke hasil studika itu sendiri. Untuk menganalisa hasil, bidang penelitian dan pengembangan LDSI AT-Tarbawi telah menyebarkan 110 questionaire kepada mahasiwa baru. Dari 110 questionaire yang di sebarkan, hanya 90 yang kembali. Sisanya tidak dikembalikan dengan alasan hilang dan rusak.
Dari 90 respondent yang mengisi questionnaires ini, 96% menyatakan bahwa mereka pernah mengikuti studika. dan hanya 4% saja yang tidak ikut. Berita yang cukup menggembirakan bukan....?. tapi nanti dulu................!!!. dari 96% ini, hanya 56% saja yang ikut studika secara aktif . yaitu mengikuti lebih dari setengah dari jumlah total pertemuan studika. Sebanyak 3 % menyatakan bahwa mereka tidak ikut studika lebih dari separuh pertemuan. Dan sisanya 43% menyatakan mereka tidak tahu berapa kali mereka ikut pertemuan. Ini berarti lemahnya sistim administrasi yang dibuat oleh studika dan mentor. Tidak membuat absen kehadiran dan sistim administrasi lainnya. Atau ini juga mengindikasikan bahwa studika dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting oleh mahasiswa baru. Karena mereka tidak terlalu memperhatikan kehadiran mereka sendiri seperti saat mereka menghadiri kuliah.
Mari kita lanjut ke materi. Sebanyak 83% respondent menyatakan bahwa mereka memahami materi yang telah di berikan oleh mentor mereka. Memang angka yang cukup signifikan. Tapi peneliti beranggapan bahwa ini lebih di sebabkan kapasitas para metor sebagai seorang calon guru sehinga mereka lebih megerti bagaimana cara menympaikan sebuah maeteri. Sedangkan yang menjawab tidak mengerti sebanyak 10%. Hal ini yang masih belum bisa di tindak lanjuti oleh peneliti, apa penyebab peserta tidak memahami materi. Dan sejumlah 4% tidak memberikan respon sama sekali atau tidak menjawab.
Selanjutnya, sebanyak 68% peserta studika yang menyatakan bahwa cara penyampaian materi oleh mentor sangat menarik. Peneliti tidak punya data konkrit tentang metode yang di pergunakan oleh para mentor dalam menyampaikan meteri. Tapi pernah peneliti mendapatkan cerita menarik tentang studika dari peserta. Yaitu; Mereka mengadakan studika di Ayani Mega Mall dengan mencari dan membaca buku yang berkaitan dengan materi yang akan di ajarkan. Kemudian 1% respondent menyatakan bahwa metode penyampaian materi membosankan. Terakhir, sebanyak 30% respondent memberi jawaban yang berbeda, yang paling banyak ialah jawaban ” biasa –biasa saja”.
Kemudian pertanyaan apakah materi studika membawa pengaruh pada kehidupan sehari-hari, di jawab ”ya” oleh 91% responden. Walaupun tidak ada bukti jelas, tetapi setidaknya itulah yang di jawab oleh para responden. Sisanya 8% menjawab tidak berpengaruh.
Beralih ke variable mentor sendiri. Apa pandangan para responden terhadap mentor mereka ?. di sini peneliti hanya ingin menjabarkanya dengan kata ”positif ”dan ”negatif” saja. 99% responden memberikan pandangan yang positif terhadap mentor mereka. Ini merupakan berita yang menggembirakan. Sekilas kita bisa menilai bahwa antara mentor dan peserta studika sudah terbangun jalinan yang erat, tidak adak jarak yang berarti. Setidaknya mentor mampu memposisikan diri di depan peserta tidak hanya sebagai pemberi materi tapi juga sebagai orang yang pantas untuk dijadikan teladan. 1% respondent memberikan tanggapan negatif pada mentor mereka. Walaupun kecil persentasenya, tetapi ini pantas untuk di jadikan bahan evaluasi bersama. Sisanya 4% tidak memberikan pendapat.
Kita lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, apakah taujih dari mentor memberikan pengaruh pada kehiupan sehari-hari para peserta?!. 99% menjawab ”ya”. Dan 5% menjawab tidak. Semoga hal ini terus bertahan tidak hanya pada saat studika saja, tetapi terus sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Dan para mentor untuk terus mengasah ruhiyah mereka karena, kita tidak bisa memberi jika kita tidak memiliki. benar bukan?!.
Yang terakhir adalah momen saat mengikuti studika. Hanya sebanyak 48% saja yang menjawab bahwa mereka memiliki moment saat studika. Dan 51% responden menjawab mereka tidak punya sama sekali momen yang bisa di kenang. Ini yang seharusnya di beri perhatian lebih oleh panitia Studika dan mentor di masa depan. Alangkah baiknya jika panitia Studika dan para mentor menciptakan momen tersendiri untuk para peserta. Ini di maksudkan agar kelak mereka memiliki memori yang indah tentang studika buat di ceritakan pada adik-adik baru. Selain itu ini merupakan cara tersendiri dalam menarik minat mereka dalam mengikuti studika lanjutan.
Memang di akui, derajat ”eror” dalam penelitian ini sangatlah tinggi dan kurang representatif. Tapi peneliti berharap kita tidak memandang penlitian ini dari sisi keabsahanya, tapi dari sisi kebijakan yang bisa kita ambil dari hasil penelitian ini.
Saran dan kritik serta komentar sangat di butuhkan dalam penyempurnaan penelitian ini.
Terima kasih.