Wednesday, September 5, 2007

Cinta pada-MU

Aku belajar darimu…
Dari sosokmu yang sederhana, tetapi penuh kharisma
Dari ketegasanmu, dari keberanianmu
Dari sikap wara’mu, dari sikap bijaksanamu
Juga dari kerendahan hatimu

Belum lagi dari ucapanmu yang mengguncang nurani
Ketajaman argumentasimu yang mengalir
Dari lidahmu yang fasih dan jauh dari kepura-puraan
Maka tak ada kata yang sejatinya dapat kuungkap
Melainkan hanya “aku cinta padamu”


Malam ini aku coba meluangkan waktuku sesaat untuk mengenang beliau melalui tulisan ini. Meski dalam hati aku amat menyesal, mengapa baru kali ini aku berencana menulis banyak hal tentang beliau, padahal beliau adalah orang yang sangat berjasa dan memberi andil besar dalam perjalanan hidupku mencari kebenaran. Astagfirullah…Maafkan aku Ya Allah.

Ketika aku bertemu beliau pertama kali, kesan yang kudapat adalah sebuah kesederhanaan. Kesederhanaan dalam kasat mataku ini juga pada tutur katanya yang lembut dan santun. Aku ingat betul, pada saat itu penampilanku sangat berbeda dari yang sekarang. Dengan modal celana panjang ditambah kemeja ala kadarnya, rambut dibalut kerudung seadanya pula. Saat itulah aku bertemu untuk pertama kalinya dengan beliau. Ada seorang kawan yang memperkenalkan aku dengan beliau, dan dari situlah sejarah bermula, awal pertemuanku dengan beliau dimana aku ingin mengukuhkan azam untuk segera berjilbab, alhamdulillah.

Kami pun praktis rutin bertemu di rumah beliau yang jauh dari kesan sederhana, apalagi mewah. Rumah beliau yang mungil itu memang kelihatan kecil dari kejauhan, tetapi sebenarnya di dalamnya sangat lapang. Mungkin karena penghuninya adalah sebuah keluarga kecil yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai islam. Ditambah mereka (beliau dan suami) adalah para pemberi hikmah bagi orang-orang seperti aku, yang hanya ingin berproses untuk menjadi lebih baik lagi.

Semakin sering kami bertemu, tidak terasa kami seolah-olah sudah saling mengenal satu sama lain. Bahkan beliau berujar padaku, bahwa aku sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Subhanallah, inilah bukti eksistensi sebuah kata Ukhuwah yang keluar dari bibir beliau. Lambat laun aku sangat menikmati hubungan silaturahmi ini, entah apa yang membuatku sangat kagum dengan sosok beliau yang satu ini. Sejak awal, beliau tidak pernah meninggikan dirinya di hadapanku, meskipun aku tahu banyak sekali ilmu yang sudah beliau tularkan padaku. Beliau tetap seperti yang aku kenal, rendah hati dan sederhana.

Aku bersyukur kepada Allah, karena dari beliaulah aku bisa memahami apa arti kehidupan yang kujalani. Nasihat-nasihat beliau yang penuh hikmah dan tak jarang pula kritik tegas menghujam hati, tanda beliau peduli tanpa bermaksud menggurui. Beliau adalah orang yang tidak pernah berpura-pura, sekalipun begitu beliau juga seorang yang tidak pernah pelit memberi pujian dan apresiasi jika aku berhasil melakukan sesuatu yang membuat dia bahagia. Kuakui, pribadi beliau sangat mengagumkan !

Hidup adalah sebuah proses, proses untuk menjadi tegar dan ikhlas. Proses untuk menjadi lebih baik, lebih arif, lebih dewasa dan lebih mandiri. Dan semua proses-proses itu ada dalam pribadi beliau. Dari beliau semuanya berimbas baik, bimbingan yang kubutuhkan ketika aku sedang futur, nasehat dan ilmu untuk keluar dari masalah yang membelitku, pencerahan instant yang keluar dari lidah seorang pemberi hikmah, semuanya beliau berikan untukku. Subhanallah, aku sangat beruntung memiliki beliau.

Aku sangat jauh beruntung, beliau masih menyisakan waktu terbaiknya untuk memberikan pencerahan, jalan keluar atau nasehat untukku. Walaupun aku tahu, tingkat kepadatan aktivitasnya tak jarang membuat beliau kewalahan, belum lagi anak-anaknya yang masih kecil. Tapi semua itu tidak menyurutkan langkah beliau, bagi seorang sekaliber beliau, itu bukanlah masalah besar. Prinsip beliau, tidak ingin tertinggal bersama dengan orang-orang yang duduk saja !

Hingga tibalah hari yang biru itu, saat dimana aku harus menerima kenyataan bahwa hari itu adalah saat-saat terakhir aku melihat ulasan senyumnya. Kami harus berpisah, ya kami akan segera berpisah. Beliau mengatakan bahwa beliau akan segera menempati rumah barunya yang jauh dari tempat tinggalnya yang sekarang. Sudah bisa ditebak, itu artinya aku sudah tidak bisa lagi rutin mengunjungi rumah mungil beliau, berdiskusi dengan beliau, meminta nasehat maupun hanya sekedar berkeluh kesah. Ya Allah secepat inikah ? Padahal aku masih sangat membutuhkan bimbingan dari beliau ? Akankah kudapati sosok yang begitu tangguh membawa tugas dakwah di pundaknya namun masih sempat menyuapi anak-anaknya yang kecil ? Pastinya aku akan sangat kehilangan sosok beliau.

Sosok yang sudah begitu aku kenal itu akan pergi meninggalkanku. Beliau memang tidak pernah ingin merepotkanku. Di hari-hari terakhir aku bersama beliau, aku sempat tanyakan ingin dibelikan apa sebagai tanda terima kasihku atas kebaikan jasanya. Entah ini yang keberapa kalinya beliau menolak kalau aku tanyakan kebutuhan keluarganya. Dan jawabannya selalu sama, “tidak usah, tidak usah merepotkan, cukup doakan mbak dan keluarga agar kami diberi kemudahan dalam segala urusan kami’ Subhanallah, anugerah manakah yang lebih indah dari kebaikan sosok beliau ini ?

Ya Allah kau telah rezkikan aku dengan kehadiran beliau, terima kasih ya Allah.
Ya Allah, berilah rahmat dan kasih sayang-Mu….
Kepada beliau yang telah berbagi kebaikan padaku
Kepada beliau yang tidak pernah menuntutku untuk membalas jasa baiknya
Dengan materi-materi duniawi..
Kepada beliau yang hanya menuntut keridhaan dan pahala dari-Mu
Balaslah Ya Allah dengan segala kebaikan yang Engkau miliki
Dengan kadar yang jauh lebih besar dari pengorbanan beliau di dunia maupun di akhirat kelak…


Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul karena kecintaan kami kepada-Mu, bertemu untuk mematuhi (perintah-Mu), bersatu memikul beban dakwah-Mu. Hati-hati ini telah mengikat janji setia untuk komitmen dalam menjalankan syari’at-Mu, maka eratkanlah ikatannya, Ya Allah.

Kekalkanlah kemesraannya antara hati-hati ini. Tunjukilah hati-hati ini akan jalan-Nya (yang sebenarnya). Penuhilah hati-hati ini dengan cahaya Rabbani-mu yang tidak pernah kunjung pudar. Lapangkanlah hati-hati ini dengan limpahan iman/keyakinan dan keindahan bertawakal kepada-Mu. Hidup suburkanlah hati-hati ini dengan Ma’rifah (pengetahuan sebenarnya) tentang-Mu.

(Jika Engkau menakdirkan mati) maka wafatkanlah pemilik hati-hati ini syahid di jalan-Mu. Engkaulah sebaik-baik sandaran dan sebaik-baik penolong. Amin…

Beliau, orang yang telah berbagi kebaikan itu, telah hadir di dunia ini sebagai orang yang terhormat, baik di mata Allah dan di mata manusia. Maka seharusnya aku pun harus pandai menaruh rasa hormatku serta menjaga kemuliaan beliau. Meskipun barangkali kebaikan yang beliau berikan dulunya kuanggap semu, namun itulah tata krama yang seharusnya kulakukan sebagai bentuk balas jasa beliau yang tak terhingga.

Selamat jalan guruku, murobbiku tercinta
Maafkan segala kesalahan adikmu ini
Terima kasih atas segala ilmu dan kesabaran yang selama ini kunikmati
Aku sedih sekali, tak tahan juga air mata ini kubendung
Maafkan aku, karena tak ada yang berarti yang bisa kuberikan untukmu
Melainkan hanya sebuah ungkapan semoga kau mengerti
“Aku cinta padamu”

sang Rahib

Sebuah bekal hari ini yang sarat tuntutan,
Untuk masa depan yang penuh cahaya?
Wahai para pemuda,
Wahai mereka yang memiliki cita-cita luhur
Untuk membangun kehidupan?
Wahai kalian yang rindu akan kemenangan agama Allah?
Wahai semua yang turun ke medan,
Demi mempersembahkan nyawa di hadapan Tuhannya?
Disinilah petunjuk itu, disinilah bimbingan?
Disinilah hikmah itu, disinilah kebenaran?
Di sini kalian dapati keharuman pengorbanan dan kenikmatan jihad?
Bersegeralah bergabung dengan parade bisu?
Untuk bekerja di bawah panji penghulu para nabi?
Untuk menyatu dalam pasukan
?Sehingga tak ada lagi fitnah di muka bumi dan agama seluruhnya milik Allah?
Allah menjelaskan tentang hubungan antara kewajiban-kewajiban individu ?semacam shalat dan puasa- dengan kewajiban-kewajiban sosial; bahwa kewajiban pertama adalah sarana menuju terlaksananya kewajiban kedua, dan bahwa aqidah yang benar adalah dasar bagi keduanya. Maka seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban individu dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban sosial. Juga sebaliknya, seseorang tidak dibenarkan meninggalkan kewajiban-kewajiban sosial dengan alasan sibuk melaksanakan kewajiban individu, sibuk beribadah dan berhubungan dengan Allah swt. Sungguh sebuah perkataan yang seimbang dan sempurna. ?Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya.? (Al-Mukminun: 115-116)
Sebagai wujud kepahaman terhadap makna yang diisyaratkan oleh ayat di atas, para sahabat Rasulullah saw. -sebagai generasi pilihan Allah- tampil dengan julukan, ? Layaknya Rahib-rahib di malam hari, dan penunggang kuda di siang hari.? Ketika malam tiba, mereka berdiri di mihrab hingga larut dalam kekhusukan shalatnya, menggeleng-gelengkan kepala dan menangis tersedu oleh dzikir panjang, seraya bergumam, ?Wahai dunia, bukan aku orang yang bisa kau tipu.? Namun, begitu fajar menyingsing dan hari beranjak siang, gaung jihad menggema menyeru para mujahidin, niscaya kau liat mereka segera melompat ke atas punggung-punggung kudanya sembari meneriakkan syi?ar-syi?ar kebenaran dengan lantang, sehingga menembus segenap penjuru buana.
Demi Allah, apakah gerangan di balik keserasian yang ajaib, keharmonisan yang sempurna, perpaduan yang spektakuler antara urusan dunia berikut segala pernik-perniknya dengan urusan akhirat dan segenap spiritualitasnya ini? Sebagai jawabannya adalah; itulah Islam, yang senantiasa sanggup memadukan semua yang baik dari segala sesuatu.
Wahai muslimin, untuk itulah -setelah Rasulullah saw. kembali keharibaan Allah- kaum muslimin segera bertebaran di segenap penjuru bumi. Al Qur?an ada dalam dada mereka, rumah-rumah mereka ibarat pelana-pelana kuda, dan pedang-pedang mereka senantiasa terhunus dalam genggaman. Dari lisan mereka mengalir deras hujjah-hujjah yang terang, menyeru manusia kepada salah satu dari tiga pilihan; Islam, jizyah, atau perang. Siapa yang memilih Islam, maka ia akan menjadi saudara kaum muslimin dengan menyandang hak dan kewajiban yang sama. Siapa yang membayar jizyah ?sementara ia tetap dalam kekafirannya- maka ia akan berada di bawah lindungan dan perjanjian dengan kaum muslimin, di mana kaum muslimin akan memenuhi janji dan melaksanakan semua kewajibannya. Tapi bila ia tetap enggan, maka kaum muslimin akan memerangi mereka sampai Allah swt. Berkenan memenangkan hamba-hamba-Nya. ?Dan Allah tiada menginginkan kecuali menyempurnakan cahaya (agama)-Nya.?
Mereka melakukan itu bukan karena ambisi kekuasaan, bukan pula karena semangat ekspansionis. Semua orang tahu kezuhudan mereka terhadap kedudukan dan popularitas. Agama Islam telah mengenyahkan semua kecenderungan menuju ke sana, di mana sekelompok orang menikmati hidup dengan cara mengorbankan sebagian besar manusia yang lain. Dalam Islam, seorang Khalifah tidak berbeda sama sekali dengan rakyat pada umumnya. Ia mendapatkan gaji dari Baitul Mal sama seperti gaji yang diberikan kepada orang lain. Ia sama sekali tidak mendapat lebih banyak dari mereka. Tidak ada yang membedakannya dengan rakyat kecuali wibawa dan kehormatan Iman yang dianugerahkan oleh Allah swt. kepadanya.
Mereka tidak melakukan itu karena harta. Mereka bahkan sudah merasa cukup dengan sekerat roti sekedar untuk menusir lapar, dan seteguk air untuk menghilangkan dahaga. Puasa mereka adalah sebentuk upaya pendekatan kepada Allah. Mereka lebih akrab dengan rasa lapar daripada kekenyangan. Pakaian yang bersih dan sekedar dapat menutup aurat sudah cukup bagi mereka. Kitab suci di tangan mereka setiap saat senantiasa memberi ingat dari keterjerumusan sebagaimana yang dialami oleh orang-orang kafir, ?Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.? (QS. Muhammad: 12).
Sementara itu Nabi mereka juga mengingatkan hal yang sama, ?Celakalah budak dinar. Celakalah budak dirham. Celakalah budak selimut.?
Jadi, mereka keluar dari rumah-rumah mereka bukan karena ambisi kekuasaan, bukan juga untuk memburu harta dan popularitas, apalagi karena nafsu imperialisme. Mereka keluar semata-mata untuk menunaikan misi suci sebagaimana yang telah diwasiatkan nabi mereka, Muhamamd saw. Sebuah amanat yang mengharuskan mereka berjihad di jalan Allah swt., ?Supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.? (QS. Al Anfal: 39).
Sumber: Risalah Pergerakan (Jilid 1)
posted by : Karim

Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah

Da’wah merupakan perjalanan panjang yang penuh dengan duri dan rintangan. Kemenangan da’wah akan diperoleh apabila para anggota-anggotanya komitmen dan teguh dalam menapaki jalan da’wah.
Sudah menjadi sunnatullah bahwa akan ada anggota da’wah yang berjatuhan, baik bentuknya penyelewengan, penyimpangan, pengunduran diri dan sebagainya, sebelum meraih kemenangan. Fenomena ini tidak bisa dihindari, sehingga ada sebagian orang memandang hal ini sebagai suatu fenomena yang wajar / sehat guna memperbaharui sel-sel intinya, dan membebaskan da’wah dari segala hal yang memberatkan dan menghambat pergerakan.
FENOMENA YANG BERJATUHAN DI ZAMAN NABI
Pada zaman Rasulullah saw, sudah terjadi fenomena pembelotan para anggota jama’ah untuk melepaskan tanggung jawab ataupun sekedar bermalas-malasan dalam berda’wah. Beberapa peristiwa berjatuhan di jalan da’wah yang sempat terjadi adalah:
a. Kelompok mutakhollifin (orang-orang yang tidak berangkat) pada perang Uhud, diantaranya: Ka’ab bin Malik, Muroroh Ibnu `Ar-Rabi’ dan Hilal bin Umayyah. Namun mereka bertiga ini kemudian diterima taubatnya oleh Allah swt, dan penerimaan taubat mereka diabadikan di dalam Al Qur’an dalam surat al Bara-ah, dan karena pertaubatan besar inilah surat ini juga dinamakan surat at-Taubah.
b. Pembocoran rahasia negara oleh Hathib bin Abi Balta’ah. Namun mengingat kebaikan masa lalunya, yaitu keikut sertaannya dalam perang Badar yang merupakan yaumul furqan, Rasulullah saw mengampuni dan tidak menghukumnya.
c. Haditsul Ifki (berita kebohongan besar) terhadap Ummul Mukminin `Aisyah ra. Diantara orang-orang yang terlibat dalam penyebaran berita ini, ada tiga sahabat nabi, mereka telah mendapatkan hukuman had, yaitu masing-masing di dera 80 kali, dan setelah itu merekapun bertaubat. Mereka itu adalah: Hassan bin Tsabit, Hamnah binti Jahsy dan Misthah bin Utsatsah.
d. Pengkhianatan Abu Lubabah yang membocorkan rahasia hukum yang akan diterapkan kepada orang-orang Yahudi Bani Quraizhah. Dia telah menyatakan taubat kepada Allah swt dan Rasul-Nya, dan Allah swt-pun telah menerima taubatnya.
e. Peristiwa berdirinya masjid dhirar.
SEBAB-SEBAB BERJATUHAN
a. Sebab-sebab yang berhubungan dengan pergerakan
1. Lemahnya segi pendidikan.
2. Tidak menempatkan personal dalam posisi yang tepat.
3. Distribusi penugasan yang tidak merata pada setiap individu.
4. Tidak adanya monitoring personal secara baik.
5. Tidak menyelesaikan berbagai urusan dengan cepat.
6. Konflik intern. Konflik intern ini disebabkan oleh:
- Lemahnya kepemimpinan.
- Adanya tangan tersembunyi dan kekuatan luar yang sengaja menyebar fitnah.
- Perbedaan watak dan kecenderungan individu.
- Persaingan dalam memperebutkan kedudukan.
- Tidak adanya komitmen dan penonjolan tingkah laku individu.
- Kevakuman aktifitas dan produktifitas.
Dalam sejarah, konflik yang pernah terjadi antar ummat Islam adalah pada peristiwa konflik golongan Aus dan Khazraj. Dalangnya (provokatornya) adalah orang-orang Yahudi, yaitu Syammas bin Qais. Atas prakarsa Rasulullah saw maka golongan Aus dan Khazraj bersatu kembali. Hal tersebut terbukti dengan turunnya QS Ali Imran: 100 – 105.
7. Kepemimpinan yang tidak ahli dan qualified. Sebabnya antara lain:
- Kelemahan dalam kemampuan idiologi.
- Kelemahan dalam kemampuan organisatoris.
Oleh karena itu, seorang pemimpin yang diangkat haruslah memiliki syarat:
- Mengenal da’wah.
- Mengenal diri sendiri.
- Pengayoman yang kontinyu.
- Teladan yang baik.
- Pandangan yang tajam.
- Kemauan yang kuat.
- Kharisma kepribadian yang fitri.
- Optimisme.
b. Sebab-sebab yang berhubungan dengan individu
Yaitu berjatuhannya anggota disebabkan oleh atau bersumber pada pribadi anggota. Yang termasuk dalam hal ini adalah:
1. Watak yang tidak disiplin, sehingga menyebabkan dia tidak bisa menyesuaikan diri dengan organisasi / jama’ah.
2. Takut terancamnya diri dan periuk nasinya (QS 4 : 120, QS 3 : 175).
Tersebut dalam hadits:
“Syurga dipagari dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, dan neraka dikelilingi oleh segala hal yang menyenangkan”. (HR Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi)
3. Sikap ekstrim dan berlebih-lebihan.
Tersebut dalam hadits:
“Hendaklah kamu menjauhi sikap ekstrim dalam agama. Sesungguhnya orang yang sebelum kamu binasa karena ekstrim dalam beragama”. (HR Ahmad dan
An-Nasai).
4. Sikap terlalu memudah-mudahkan dan meremehkan.
Tersebut dalam hadits:
“Sesungguhnya kamu melakukan pekerjaan-pekerjaan dosa menurut pandangan mata kamu lebih halus dari rambut. Di masa Rasulullah saw, kami menggolongkan perbuatan itu termasuk al muubiqoot (hal-hal yang menghancurkan) “. (HR Bukhari).
5. Tertipu kondisi gemar menampilkan diri (QS 28 : 83).
6. Kecemburuan terhadap orang lain / kedengkian. (QS 5 : 27 – 30).
7. Bencana senjata / penggunaan kekuatan.
Syarat-syarat penggunaan kekuatan:
- Habis segala usaha dengan jalan lain.
- Urusannya dipegang oleh pimpinan dan jama’ah Islam dan bukan oleh individu.
- Tidak menjurus pada pengrusakan dan bencana.
- Tidak boleh keluar dari ketentuan syara’.
- Penggunaan kekuatan sesuai skala prioritas.
- Penggunaan senjata harus mempunyai persiapan yang matang dan cermat.
- Hati-hati akan pancingan berbagai reaksi.
- Tidak boleh menjerumuskan ummat Islam bila posisi kekuatan tidak seimbang.
c. Tekanan Luar
1. Tekanan dari suatu cobaan (QS 3 : 175).
2. Tekanan keluarga dan kerabat (QS 9 : 24).
3. Tekanan Lingkungan.
4. Tekanan gerakan agitasi (penyebaran kritik dan keragu-raguan) .
5. Tekanan figuritas (QS 7 : 12).
posted by : karim
(Kitab YANG BERJATUHAN DI JALAN DA’WAH, Fathi Yakan)

Awas Syahwat...........!!!

Belakangan ini saya banyak diskusi dengan istri tentang gejala ” syahwat lawan jenis”. Istri saya termasuk akhwat yang cukup “cerewet” soal gejala-gejala tidak sehat mengenai perilaku hubungan antara ikhwan dan akhwat. “Jangan sampai menjadi perusak masa depan dakwah kita..!”, demikian hujjah balighah yang kerap meluncur dari dirinya kepada saya. Dan ketika saya meresponnya dengan kalem, pressure pun muncul. “Abi kan mas’ul kaderisasi. Abi tanggung jawab kalau nanti terjadi apa-apa pada dakwah ini …!!”
Sesaat saya akan menulis kolom ini, istri saya baru melontarkan serangan barunya, Abi denger nih.. Ummi dapet berita shahih kalau ada mas’ul dakwah kampus pacarin 11 akhwat, dan 4 diantaranya ternyata hamil…!! ” Saya mencoba merespon dengan santai - karena sedang mikir tema apa yang harus ditulis - dengan mengatakan agar berita itu ditabayyun (cros check) dulu. Tetapi justru saya disergah : “Ya tugas abi dong yang harus men-tabayyun ! Abi kan punya akses dan kewenangan !”. Saya mencoba mulai menulis. Tetapi belum lagi ketemu tema tulisan, saya dibombardir oleh pertanyaan lain :”Bi emang bener ustadz Fulan nikah lagi, dan sebelumnya pake pacaran segala?”
Alhasil, tanpa diniatkan sebelumnya akhirnya saya menulis tema ini. Kebetulan sehari sebelumnya saya mendapatkan short massage service (sms) dari seorang akh yang mengomentari tulisan saya berjudul “SMS”. Komentarnya berterima kasih atas tulisan tersebut, karena memang itulah fenomena yang terjadi di lapangan. Pikir saya, biarlah sekalian menulis tema yang lebih “serem” sebagai tadzkirah. Fadzakir inna adz-adzikara tanfa’ul mu’minin!.
Pertama, saya mencoba merenungi kembali dasar masalah “syahwat lawan jenis”. Nabi Adam as diciptakan Allah SWT sebagai manusia pertama dan satu-satunya pada saat itu. Beliau ditempatkan di dalam syurga yang penuh kenikmatan tak terhingga. Tetapi apa yang terjadi ? Nabi Adam merasa “kurang nikmat” menikmati kenikmatan syurga seorang diri. Ia menginginkan seorang wanita. Lalu apa yang terjadi ? Nabi Adam dan istrinya tertipu oleh syaitan sehingga melanggar prinsip-prinsip ’syahwat lawan jenis’ yang diatur oleh Allah SWT. Perhatikan firman Allah : “Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh syetan sebagaimana halnya dia (syeitan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari syurga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya”(QS. Al A’raaf:27).
Nabi Adam dan istrinya merintis kehidupan baru komunitas manusia di muka bumi dengan berbekal ampunan dan hidayah Allah SWT. Tetapi apa yang kemudian dicatat oleh sejarah? Kejahatan pertama di muka bumi adalah perebutan dua orang laki-laki terhadap seorang wanita, dan berakhir dengn aksi pembunuhan. “Maka nafsu (Qabil) mendorongnya untuk membunuh saudaranya (Habil) , kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka terjadilah dia termasuk orang yang merugi” (QS. Al- Maidah : 30).
Lalu sejarah umat dan bangsa-bangsa menunjukkan bagaimana kehancuran di banyak peradaban mereka justru karena “syahwat lawan jenis” . Rasulullah SAW pernah berpesan : “Sesungguhnya dunia ini manis dan menyegarkan…Maka takutlah kepada wanita, karena cobaan yang pertama terhadap Bani Israil ialah karena wanita.” (Al Jami’ Ash-Shagir, 2/179).
Jadi dasar dari semua masalah ini adalah dahsyatnya dorongan dan pengaruh yang muncul dari “syahwat lawan jenis”, yang tidak ada seorang manusia pun bisa membebaskan diri darinya. Bahkan seperti yang diungkapkan Rasulullah, ia manis dan menyegarkan. Atau seperti ungkapan Allah, ia dipandang indah dan menyenangkan. “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadaap syahwat berupa wanita”(QS Ali Imran :14)
Allah tentu saja menjadikan “syahwat lawan jenis” sebagai unsur kekuatan manusia dalam membangun kehidupan dan peradabannya. Dengan syahwat inilah, manusia menyuburkan nilai rasa, emosi, kasih dan cinta agar kehidupan dunia “manis dan menyegarkan”. Dengan syahwat ini, manusia memiliki dorongan untuk “hidup bersama” dalam ikatan perkawinan dan keluarga agar leluasa mengekspresikan luapan rasa, emosi, kasih dan cintanya sampai dalam bentuk hubungan seksual. Dengan syahwat inilah, keluarga-keluarga menghasilkan anak-keturunannya untuk menyempurnakan kesenangan, kebahagiaan, dan kebanggaan. Dengan syahwat ini pula, manusia membangun norma, etika, adat, estetika dan syari’at yang mampu memelihara dan mengkokohkan unsur kekuatan yang sangat mendasar sifatnya ini, tanpa menyebabkan kerusakan dari kerusakan dan kehancuran tata kehidupan sosialnya.
Kita adalah umat dakwah. Sekumpulan orang yang mengemban misi untuk mengajak dan membimbing manusia kepada kehidupan yang baik. Agar mereka bisa mengelola syahwat lawan jenisnya secara benar dan baik, sehingga kebaikan dan keberlangsungan peradabannya bisa terjaga. Kita mendakwahi mereka kepada syari’at yang membimbing syahwat lawan jenis secara benar. Tentu saja bukan sekedar dengan kata-kata, tetapi juga dengan teladan amal. Bahwa kader-kader dakwah - yang semoga dipelihara Allah SWT - secara konsisten berkomitmen menjalankan syari’at ini. Dan manusia menyaksikan kebenaran syari’at bukan dari kata-kata kita, tetapi dari apa yang kita amalkan. Apa yang perlu menjadi perhatian dan keprihatinan kita saat ini Saya sebutkan saja satu per satu berbagai gejala yang saya dengar dan saya lihat sendiri.
(1) Adab ikhwan dan akhwat mulai bergeser ke arah yang membuka celah syahwat lawan jenis. Berbicara tatap-muka dengan jarak yang dekat dan sering bertatapan mata, misalnya. Atau komunikasi lewat telpon dengan irama suara yang membuat seorang ikhwan ‘menikmati’ suara akhwat lawan bicaranya.
(2) Keterdesakan atau keterpaksaaan yang menggiring kepada suatu yang “tidak boleh terjadi !”. Misalnya akhwat “terpaksa” dibonceng motor oleh ikhwan gara-gara rapat baru selesai malam hari, dan jalan menuju halte bus atau rumahnya cukup jauh serta “tidak aman”. Atau rapat dalam satu ruangan yang “sempit” sehingga ikhwan dan akhwat duduk berdampingan tanpa jarak yang aman atau tanpa hijab. Dalam forum-forum seperti ini, akhwat tidak membiasakan diri bicara dengan tegas dan lugas. Ingat suara wanita adalah aurat!
(3) Bergesernya mode pakaian akhwat yang ‘mengundang’ pandangan syahwat kaum ikhwan. Mulai dari jilbab yang “kependekan” sehingga tidak menutup dadanya dengan sempurna atau bila tertiup angin bisa menampakan bagian leher dan rambut belakangnya. Lalu bahan pakaian yang “lebih tipis” dan pilihan warna yang “flamboyan”. Atau menggunalkan sepatu berhak “cukup tinggi”, sehingga mengundang perhatian pada langkah dan pinggul belakang akhwat.
(4) Bergesernya nilai seni Islam dari senandung jihad dan iman kepada senandung hiburan semata. Lalu mulai muncul akhwat-akhwat yang menggemari “munsyid” (penyanyi) daripada “nasyid”-nya.
(5) Keterbukaan pergaulan dakwah antara ikhwan dan akhwat menggiring prefensi memilih jodoh kepada apa yang menarik dari “pandangan mata” dan bukan menarik dari “pandangan dakwah”. Akibarnya, semangat mencari jodoh sendiri begitu menggebu, dan murabbi tinggal menunggu konfirmasi.
(6) Konsultasi dakwah masalah pribadi atau rumah tangga yang kemudian berbuah simpati sampai jatuh hati. Tidak sedikit seorang da’i yang berawal dari semangat dakwah terhadap lawan jenis justru berubah arah menjadi ajang “perselingkuhan” baru. Alih-alih membantu menyelesaikan masalah malah menambah masalah. Ada satu dua ustadz yang menikah (lagi) dengan “wanita” yang semula menjadi “pasien” dakwahnya. Rupanya ustadz ikut ketularan penyakit pasiennya.
(7) Semangat menikah (lagi) melalui prosedur resmi, tetapi dimulai dengan hubungan “ala pacaran” Dalihnya sederhana, “wanita calon istri” kan harus dikenalkan dulu dengan istri pertama dan anak-anaknya.
(8) Ketidakmampuan membina kehidupan suami-istri yang selalu ‘menggairahkan’ beralih kepada semangat ‘mencari yang baru’. Sebagai sebab dari ketidakmampuan ini adalah qillatul-ilmi (sedikit ilmu) tetang seni berumah tangga dan seni mengolah cinta.
(9) Sebagian kecil ikhwan mulai memasuki usia 40, dan katanya ini fase “recycling” dengan dalih “life started at fourty” hidup dimulai dari usia 40 tahun. Aktualisasinya adalah muncul ‘kegenitan’ jilid kedua.
(10) Masih ada lagi, tetapi saya cukupkan saja dulu. Mari merenung!!
Sumber : Majalah SAKSI No 11 Tahun VII
Oleh : Ustd. Mahfuz Sidik

Menjadi Muslim yang kuat

Menjadi muslim yang kuat, tidak hanya identik dengan badan berotot layaknya Ade Rai. Sebagaimana kita semua ketahui, Rasulullah SAW mengemukakan agar umat muslim menguasai ilmu berkuda, berenang, dan memanah. Hemat kata, ketiga hal tersebut mengacu pada aktifitas jasmani atau jasadiyah.
Menjadi seorang aktifis, menuntut tidak hanya beban dan tanggungjawab dakwah dan sosial yang besar. Satu tanggungjawab yang kerap terlupakan adalah hak tubuh kita sendiri untuk menjadi sehat dan kuat. Sehat dan kuat dalam artian sanggup untuk menunjang aktifitas dakwah, sosial, kerja, dan sebagainya. Tubuh kita pun memiliki hak untuk mendapat perhatian kita.
Stamina dan berat badan cenderung menjadi satu beban tersendiri bagi para aktifis pada umumnya. Stamina yang loyo dan hanya mampu bertahan dalam waktu singkat, kerap menjadi kendala dalam keseharian aktifis. Segudang aktifitas, mulai dari bangun malam untuk qiyamulail, sholat subuh, berangkat sekolah/kuliah/kerja/usaha, menghadiri syuro, rapat kepanitiaan, liqo, ke sana dan ke sini, tentu membutuhkan stamina yang mendukung. Berat badan yang kurang atau berlebihan, sangat berpengaruh kepada kesehatan dan stamina itu sendiri.
Dalam artikel pertama ini, Insya Allah akan Penulis sampaikan beberapa panduan dasar untuk mencapai kesehatan, stamina, dan berat badan yang mampu menyokong aktifitas dakwah, serta aktifitas lain dalam keseharian kita.
Hal pertama yang harus ada dalam diri kita adalah niat dan kesadaran akan pentingnya kesehatan bagi diri kita. Kesehatan fikriyah mungkin telah kita raih, dengan hidayah yang mungkin tidak kita sangka. Demikian halnya dengan kesehatan jasadiyah, yang tidak mustahil kita raih, dengan ikhtiar, dan nikmat dari Allah SWT.
Pola hidup sehat! Satu hal yang kedengarannya mudah dan dianggap telah dilakukan oleh para aktifis pada umumnya. Kenyataan yang ada, tidaklah demikian. Betapa banyak mereka yang mengaku aktifis, namun sulit untuk berjamaah subuh di Masjid, bahkan bangun kesiangan, dengan alasan lelah dan mengantuk. Lelah dan mengantuk adalah sifat bagi jasadiyah kita. Fikriyah kita memang mampu untuk melawan itu semua, namun akan menjadi sangat sulit apabila jasad ini menolak untuk melakukannya.
Pola hidup sehat, terdiri dari pola makan yang baik, olahraga teratur, dan istirahat cukup. Pada tulisan ini, hanya akan menjelaskan secara singkat mengenai ketiga hal tersebut. Penjelasan yang lebih rinci Insya Allah akan dijelaskan pada tulisan berikutnya.
Menjaga Pola Makan (Diet)
Makan merupakan cara alamiah agar jasad ini mendapatkan energi yang dibutuhkan untuk beraktifitas. Singkat kata, apa yang kita makan, akan sangat berpengaruh kepada jasad, bahkan fikriyah kita. Salah kaprah tentang pengertian “Diet”, yang sering mengidentikkan dengan mengurangi makan, adalah hal yang salah. Diet adalah pengaturan pola makan, yang selalu dibutuhkan dalam keseharian kita.
“Makan sebelum lapar, dan berhenti sebelum kenyang.” Rasululah tentunya adalah seorang ahli dalam hal pola makan. Hal tersebut sejalan dengan para ahli kesehatan kini, dimana pengaturan pola makan yang baik adalah yang mencukupi kebutuhan kalori dalam sehari. Berikut beberapa pola makan yang kerap disarankan oleh para ahli gizi dan nutrisi :
- Segera konsumsi makanan setelah bangun tidur malam. Setidaknya kurang dari 30 menit. Mengapa? Karena saat tidur, tubuh juga tetap menyerap nutrisi. Setelah tidur 4-6 jam, tubuh membutuhkan nutrisi lebih saat bangun dari tidur. Bila tidak, akan terjadi apa yang dinamakan katabolik, dimana tubuh memakan tubuh sendiri, khususnya protein otot. Hal ini sangat tidak baik karena cenderung akan menyisakan lemak tubuh. Bagi orang gemuk, tentu akan menambah komposisi lemak tubuh, dan bagi orang yang kurus, akan semakin menurunkan stamina karena otot berkurang.
- Makan setiap 4 jam, walaupun belum lapar. Ubahlah pola makan ala Indonesia (3x sehari) menjadi rutinitas yang lebih sering 4-6 kali sehari, jika mampu. Setelah 4 jam, lambung cenderung kosong, dan tubuh selalu membutuhkan nutrisi. Makanlah dalam porsi kecil. Hal ini akan menjamin tubuh memperoleh nutrisi untuk stamina, dan juga mencegah rasa lapar dan ngemil. Mereka yang kurus akan memperoleh manfaat penambahan berat badan, dan mereka yang gemuk juga memperoleh manfaat dengan pengurangan berat badan. Tentu hal-hal tersebut harus dipadu dengan olahraga yang baik.
- Perhatikan asupan nutrisi dan jenis makanan. Secara garis besar, ada tiga nutrisi pokok yang dibutuhkan yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Aturlah pola makan dengan komposisi kurang lebih karbohidrat 50%, protein 30%, dan lemak 20%. Insya Allah akan dijelaskan lebih lanjut pada tulisan berikutnya tentang masing-masing nutrisi.
“….makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al A’raaf:31)
Olahraga Teratur
Olahraga berarti mengolah raga/jasad kita agar memperoleh hak untuk sehat. Seperti awal tulisan ini, sebagaimana kita semua ketahui, Rasulullah SAW mengemukakan agar umat muslim menguasai ilmu berkuda, berenang, dan memanah. Hemat kata, ketiga hal tersebut mengacu pada aktifitas jasmani atau jasadiyah.
Olahraga yang baik dan teratur diperlukan agar tubuh dapat mencapai kategori sehat. Tidak perlu berolahraga berlebihan, namun juga tidak boleh kurang. Olahraga yang baik, setidaknya adalah yang mampu membuat tubuh semakin kuat, sehat, dan berstamina.
Olahraga sangat baik, terutama bagi mereka yang merasa memiliki kekurangan atau kelebihan berat badan, karena akan berpengaruh pada pengaturan pola makan. Bagi mereka yang kurus, produksi hormon insulin dari hasil olahraga, akan memacu tubuh menyerap nutrisi dengan baik, sehingga mampu menambah berat badan dan massa otot. Bagi mereka yang kelebihan berat badan, olahraga mampu membakar lemak dan menambah massa otot.
Secara garis besar, olahraga terdiri dari dua jenis, yaitu anaerobik, dan aerobik. Aerobik berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘aero’ yang berarti udara dan ‘bios’ yang berarti hidup. Secara harfiah, aerobik berarti hidup dengan udara (oksigen). Aktifitas aerobik dapat diartikan sebagai aktifitas dimana tubuh memerlukan banyak oksigen untuk pembentukan energi tubuh (hidup), sedang aktifitas anaerobik kurang atau membutuhkan sedikit oksigen. Contoh olahraga anaerobik adalah angkat beban, dan contoh olahraga aerobik adalah jogging. Olahraga anaerobik cenderung membakar karbohidrat sebagai energi, sedang olahraga aerobik membakar lemak sebagai energi.
Dari paraqraf di atas, jogging setelah bangun tidur sangat baik untuk membakar kelebihan lemak tubuh. Lakukanlah jogging dalam keadaan belum memperoleh asupan nutrisi apapun, kecuali air, sehingga tubuh akan membakar lemak sebagai energi. Bagi orang yang kegemukan, lakukan jogging dengan intensitas sedang (tidak terlalu cepat). Pengaturan waktu bisa 3 kali sepekan, dengan masing-masing 30-45 menit, atau 5-6 kali sepekan @10-15 menit. Bagi mereka yang kurus, lakukan dengan intensitas lebih, dalam tempo yang lebih sebentar, misal 3 kali sepekan @10-15 menit. Ingat! Jangan mengkonsumsi makanan berlebih setelah jogging. Gunakan pola makan di atas.
Jogging adalah satu contoh, masih banyak olahraga lain seperti bersepeda, permainan (sepakbola, basket, dsb), beladiri sebagai olahraga anaerobik. Untuk lebih meningkatkan kekuatan tubuh dan stamina, dapat dipadu dengan latihan beban. Latihan beban dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu atau tubuh. Alat bantu dapat berupa dumbell, barbell, atau mesin lainnya. Push-up, sit-up, squat/bending, pull-up, dsb merupakan latihan beban yang dapat dilakukan dengan tubuh. Tingkatkan intensitas latihan dengan menambah beban secara berkala, misalnya dengan meletakkan beban di punggung saat push-up, memeluk beban di dada saat sit-up, dsb. Bila memungkinkan dan mampu, dapat menggunakan peralatan beban yang umum, seperti dumbell, barbell, mesin benchpress, threadmill, stepper, dan sebagainya.
Istirahat Cukup
Istirahat yang cukup diperlukan agar tubuh dapat kembali ke kondisi normal setelah digunakan untuk beraktifitas. Istirahat terbaik adalah tidur. Tidur 4-6 jam sehari sudah lebih dari cukup. Tidur terlalu lama, akan cenderung mengganggu kesehatan. Sebagaimana dijelaskan di atas, saat tidur pun tubuh butuh nutrisi. Bila tidur terlalu lama, tubuh akan mengalami katabolik. Akibatnya, akan semakin merasa malas, tidak bertenaga, dan memboroskan waktu. Berikut beberapa tips tidur :
- Tidur dalam cahaya seredup/segelap mungkin
- Tidak tidur dalam kondisi perut kenyang, beri waktu 2 jam.
- Tidur dengan tingkat suara sehening mungkin
- Lakukan peregangan ringan sebelum tidur
- Berdoalah.
Beberapa uraian di atas, menjadi awal bagi pola hidup sehat. Diperlukan disiplin untuk dapat mencapai kondisi tubuh yang baik, peningkatan kekuatan, stamina, dan kebugaran pada umumnya. [andika]
sumber : http://www.hudzaifah.org/Article445.phtml