Wednesday, September 5, 2007

Cinta pada-MU

Aku belajar darimu…
Dari sosokmu yang sederhana, tetapi penuh kharisma
Dari ketegasanmu, dari keberanianmu
Dari sikap wara’mu, dari sikap bijaksanamu
Juga dari kerendahan hatimu

Belum lagi dari ucapanmu yang mengguncang nurani
Ketajaman argumentasimu yang mengalir
Dari lidahmu yang fasih dan jauh dari kepura-puraan
Maka tak ada kata yang sejatinya dapat kuungkap
Melainkan hanya “aku cinta padamu”


Malam ini aku coba meluangkan waktuku sesaat untuk mengenang beliau melalui tulisan ini. Meski dalam hati aku amat menyesal, mengapa baru kali ini aku berencana menulis banyak hal tentang beliau, padahal beliau adalah orang yang sangat berjasa dan memberi andil besar dalam perjalanan hidupku mencari kebenaran. Astagfirullah…Maafkan aku Ya Allah.

Ketika aku bertemu beliau pertama kali, kesan yang kudapat adalah sebuah kesederhanaan. Kesederhanaan dalam kasat mataku ini juga pada tutur katanya yang lembut dan santun. Aku ingat betul, pada saat itu penampilanku sangat berbeda dari yang sekarang. Dengan modal celana panjang ditambah kemeja ala kadarnya, rambut dibalut kerudung seadanya pula. Saat itulah aku bertemu untuk pertama kalinya dengan beliau. Ada seorang kawan yang memperkenalkan aku dengan beliau, dan dari situlah sejarah bermula, awal pertemuanku dengan beliau dimana aku ingin mengukuhkan azam untuk segera berjilbab, alhamdulillah.

Kami pun praktis rutin bertemu di rumah beliau yang jauh dari kesan sederhana, apalagi mewah. Rumah beliau yang mungil itu memang kelihatan kecil dari kejauhan, tetapi sebenarnya di dalamnya sangat lapang. Mungkin karena penghuninya adalah sebuah keluarga kecil yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai islam. Ditambah mereka (beliau dan suami) adalah para pemberi hikmah bagi orang-orang seperti aku, yang hanya ingin berproses untuk menjadi lebih baik lagi.

Semakin sering kami bertemu, tidak terasa kami seolah-olah sudah saling mengenal satu sama lain. Bahkan beliau berujar padaku, bahwa aku sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Subhanallah, inilah bukti eksistensi sebuah kata Ukhuwah yang keluar dari bibir beliau. Lambat laun aku sangat menikmati hubungan silaturahmi ini, entah apa yang membuatku sangat kagum dengan sosok beliau yang satu ini. Sejak awal, beliau tidak pernah meninggikan dirinya di hadapanku, meskipun aku tahu banyak sekali ilmu yang sudah beliau tularkan padaku. Beliau tetap seperti yang aku kenal, rendah hati dan sederhana.

Aku bersyukur kepada Allah, karena dari beliaulah aku bisa memahami apa arti kehidupan yang kujalani. Nasihat-nasihat beliau yang penuh hikmah dan tak jarang pula kritik tegas menghujam hati, tanda beliau peduli tanpa bermaksud menggurui. Beliau adalah orang yang tidak pernah berpura-pura, sekalipun begitu beliau juga seorang yang tidak pernah pelit memberi pujian dan apresiasi jika aku berhasil melakukan sesuatu yang membuat dia bahagia. Kuakui, pribadi beliau sangat mengagumkan !

Hidup adalah sebuah proses, proses untuk menjadi tegar dan ikhlas. Proses untuk menjadi lebih baik, lebih arif, lebih dewasa dan lebih mandiri. Dan semua proses-proses itu ada dalam pribadi beliau. Dari beliau semuanya berimbas baik, bimbingan yang kubutuhkan ketika aku sedang futur, nasehat dan ilmu untuk keluar dari masalah yang membelitku, pencerahan instant yang keluar dari lidah seorang pemberi hikmah, semuanya beliau berikan untukku. Subhanallah, aku sangat beruntung memiliki beliau.

Aku sangat jauh beruntung, beliau masih menyisakan waktu terbaiknya untuk memberikan pencerahan, jalan keluar atau nasehat untukku. Walaupun aku tahu, tingkat kepadatan aktivitasnya tak jarang membuat beliau kewalahan, belum lagi anak-anaknya yang masih kecil. Tapi semua itu tidak menyurutkan langkah beliau, bagi seorang sekaliber beliau, itu bukanlah masalah besar. Prinsip beliau, tidak ingin tertinggal bersama dengan orang-orang yang duduk saja !

Hingga tibalah hari yang biru itu, saat dimana aku harus menerima kenyataan bahwa hari itu adalah saat-saat terakhir aku melihat ulasan senyumnya. Kami harus berpisah, ya kami akan segera berpisah. Beliau mengatakan bahwa beliau akan segera menempati rumah barunya yang jauh dari tempat tinggalnya yang sekarang. Sudah bisa ditebak, itu artinya aku sudah tidak bisa lagi rutin mengunjungi rumah mungil beliau, berdiskusi dengan beliau, meminta nasehat maupun hanya sekedar berkeluh kesah. Ya Allah secepat inikah ? Padahal aku masih sangat membutuhkan bimbingan dari beliau ? Akankah kudapati sosok yang begitu tangguh membawa tugas dakwah di pundaknya namun masih sempat menyuapi anak-anaknya yang kecil ? Pastinya aku akan sangat kehilangan sosok beliau.

Sosok yang sudah begitu aku kenal itu akan pergi meninggalkanku. Beliau memang tidak pernah ingin merepotkanku. Di hari-hari terakhir aku bersama beliau, aku sempat tanyakan ingin dibelikan apa sebagai tanda terima kasihku atas kebaikan jasanya. Entah ini yang keberapa kalinya beliau menolak kalau aku tanyakan kebutuhan keluarganya. Dan jawabannya selalu sama, “tidak usah, tidak usah merepotkan, cukup doakan mbak dan keluarga agar kami diberi kemudahan dalam segala urusan kami’ Subhanallah, anugerah manakah yang lebih indah dari kebaikan sosok beliau ini ?

Ya Allah kau telah rezkikan aku dengan kehadiran beliau, terima kasih ya Allah.
Ya Allah, berilah rahmat dan kasih sayang-Mu….
Kepada beliau yang telah berbagi kebaikan padaku
Kepada beliau yang tidak pernah menuntutku untuk membalas jasa baiknya
Dengan materi-materi duniawi..
Kepada beliau yang hanya menuntut keridhaan dan pahala dari-Mu
Balaslah Ya Allah dengan segala kebaikan yang Engkau miliki
Dengan kadar yang jauh lebih besar dari pengorbanan beliau di dunia maupun di akhirat kelak…


Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul karena kecintaan kami kepada-Mu, bertemu untuk mematuhi (perintah-Mu), bersatu memikul beban dakwah-Mu. Hati-hati ini telah mengikat janji setia untuk komitmen dalam menjalankan syari’at-Mu, maka eratkanlah ikatannya, Ya Allah.

Kekalkanlah kemesraannya antara hati-hati ini. Tunjukilah hati-hati ini akan jalan-Nya (yang sebenarnya). Penuhilah hati-hati ini dengan cahaya Rabbani-mu yang tidak pernah kunjung pudar. Lapangkanlah hati-hati ini dengan limpahan iman/keyakinan dan keindahan bertawakal kepada-Mu. Hidup suburkanlah hati-hati ini dengan Ma’rifah (pengetahuan sebenarnya) tentang-Mu.

(Jika Engkau menakdirkan mati) maka wafatkanlah pemilik hati-hati ini syahid di jalan-Mu. Engkaulah sebaik-baik sandaran dan sebaik-baik penolong. Amin…

Beliau, orang yang telah berbagi kebaikan itu, telah hadir di dunia ini sebagai orang yang terhormat, baik di mata Allah dan di mata manusia. Maka seharusnya aku pun harus pandai menaruh rasa hormatku serta menjaga kemuliaan beliau. Meskipun barangkali kebaikan yang beliau berikan dulunya kuanggap semu, namun itulah tata krama yang seharusnya kulakukan sebagai bentuk balas jasa beliau yang tak terhingga.

Selamat jalan guruku, murobbiku tercinta
Maafkan segala kesalahan adikmu ini
Terima kasih atas segala ilmu dan kesabaran yang selama ini kunikmati
Aku sedih sekali, tak tahan juga air mata ini kubendung
Maafkan aku, karena tak ada yang berarti yang bisa kuberikan untukmu
Melainkan hanya sebuah ungkapan semoga kau mengerti
“Aku cinta padamu”

No comments: